Kamis, 02 Agustus 2018

Alasan Polisi Pidanakan Korban Perkosaan di Jambi yang Aborsi Janinnya

Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Pol M Iqbal

KLIK66 : Polisi mengungkapkan permasalahan yang menyebabkan seorang remaja putri korban pemerkosaan di Jambi dibui. Remaja itu ditahan karena melakukan aborsi, yang artinya menghilangkan nyawa janin yang dikandungnya.

"Yang jadi masalah kenapa korban pemerkosaan dihukum? Ada suatu pandangan dari penyidik bahwa fakta hukumnya korban melakukan aborsi, itu kan menghilangkan nyawa juga, hukum harus tegak tetapi ada lex specialis karena masih di bawah umur," kata Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Pol M Iqbal di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (1/8).
Iqbal menyebut penindakan yang dilakukan polisi sudah simultan dengan vonis yang diberikan hakim. "Polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan, terus dikirim ke penuntut umum, penuntut umum menganalisa dan memastikan bahwa berkas lengkap dan dituntut di pengadilan dan vonis," kata mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu.

Iqbal mengaku memang tak ada UU yang secara khusus mengatur soal aborsi. Akan tetapi, menurutnya, tindakan aborsi sama saja dengan pembunuhan atau menghilangkan nyawa.
"Enggak ada itu, kalau misal legal enggak mungkin. Itu darurat apabila tidak diaborsi menghilangkan nyawa ibunya atas dasar kesehatan. Mohon maaf, misal si A diperkosa dan tidak di bawah umur, dia tidak bisa lakukan aborsi," ucap Iqbal.
Meski begitu, Iqbal mengaku akan mengecek proses hukum dari kasus itu. "Saya minta polisi di sana harus tampil bukan hanya sebagai penegak hukum tapi pengayom masyarakat. Ada hati nurani yang dikedepankan," ujarnya.
Ilustrasi Aborsi
Kasus ini bermula dari diperkosanya remaja tersebut oleh kakak kandungnya sendiri. Ia lalu melakukan aborsi secara sembunyi-sembunyi. Pada Juni 2018, polisi menyelidiki laporan dari penduduk setempat yang menemukan janin di sebuah perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Muara Tembesi, Batanghari.
Polisi lalu menangkap remaja itu beserta saudara laki-lakinya. Ibu keduanya juga ditangkap karena diduga membantu proses aborsi. Dalam kasus tersebut, remaja korban pemerkosaan divonis penjara selama 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Muara Bulian pada 19 Juli 2018.
Menanggapi permasalahan itu, Amnesty International Indonesia dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyerukan kepada pihak berwenang Indonesia untuk segera membebaskan remaja tersebut dari penjara dengan tanpa syarat.
"Kami juga menyerukan kepada otoritas Indonesia untuk mendekriminalisasi aborsi dalam segala situasi sehingga tidak ada perempuan atau anak perempuan yang dikenakan hukuman apa pun karena melakukan aborsi," ujar Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid.


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar